Jumat, 25 Januari 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DENGAN PERILAKU PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI PADA SISWA KELAS IV DAN V DI SDN 1 KALONGAN KECAMATAN PURWODADI


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Anak usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa sekolah. Anak yang berada pada masa ini berkisar antara usia 6-12 tahun, masa bersekolah dalam periode ini sudah menampakkan kepekaan untuk belajar sesuai dengan sifat ingin tahu anak. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan memberikan prioritas kepada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan tidak mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan, termasuk pada anak usia sekolah dasar agar tercapai derajat kesehatan secara optimal. Adapun untuk menunjang upaya kesehatan yang optimal maka upaya dibidang kesehatan gigi perlu mendapat perhatian (Depkes RI, 2000).
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa (hidayat, 2008).
1
  Pembangunan  kesehatan  diselenggarakan  dengan  memberikan prioritas kepada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan tidak  mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan, termasuk pada anak usia sekolah dasar agar tercapai derajat kesehatan secara optimal. Adapun untuk menunjang upaya kesehatan yang optimal maka upaya dibidang kesehatan gigi perlu mendapat perhatian (Depkes RI, 2000). 
Gigi merupakan  satu  kesatuan dengan anggota tubuh kita yang lain.
Kerusakan pada gigi dapat mempengaruhi kesehatan anggota tubuh lainnya,
sehingga akan  mengganggu aktivitas sehari-hari. Salah satu faktor yang dapat
merusak gigi adalah makanan dan minuman, yang mana ada yang menyehatkan gigi dan ada pula yang merusak gigi. Mulut bukan sekedar untuk pintu masuknya makanan dan  minuman, tetapi fungsi mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang mengetahui. Mulut merupakan bagian yang penting dari tubuh kita dan dapat dikatakan bahwa mulut adalah cermin dari kesehatan gigi karena banyak penyakit umum mempunyai gejala-gejala yang dapat dilihat dalam mulut (Kawuryan, 2008).
Upaya kesehatan gigi perlu ditinjau dari aspek lingkungan, pengetahuan, pendidikan,  kesadaran  masyarakat dan penanganan kesehatan gigi termasuk pencegahan dan perawatan. Namun sebagian besar orang mengabaikan kondisi kesehatan gigi secara keseluruhan. Perawatan gigi dianggap tidak terlalu penting, padahal manfaatnya sangat vital dalam menunjang kesehatan dan penampilan (Pratiwi, 2007).
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Republik Indonesia mendapatkan informasi tentang Kesehatan Gigi dan Mulut, seperti tercantum dalam tabel berikut :
Tabel 1.1 Komponen D, M, F dan Index DMF-T menurut Karakteristik Responden, Riskesdas 2007.
Karekter responden
Kelompok umur
D-T
(X)
M-T
(X)
F-T
(X)
Indeks DMF-T
12
0,57
0,24
0,07
0,91
15
0,74
0,33
0,02
1,14
18
0,90
0,47
0,04
1,41
35- 44
1,44
2,89
0,08
4,46
65 +
1,16
16,99
0,14
18,33

Keterangan :
D-T  (Tooth Decay)     : Rata2 jumlah gigi gigi berlubang per orang
M-T (Tooth Missing)   : Rata2 jumlah gigi dicabut/indikasi
F-T  (Tooth Filling)     : Rata2 jumlah gigi ditumpat
DMF-T                        : Rata2 jumlah kerusakan gigi per orang (baik yang        masih berupa decay, dicabut maupun ditumpat)
Tabel  di atas menunjukkan jumlah kerusakan gigi meningkat seiring dengan peningkatan umur berdasarkan Indeks DMF-T (Decay Missing Filled-Teeth), Pencegahan gangguan kesehatan gigi dapat dilaksanakan sedini mungkin, dengan melaksanakan perawatan kesehatan gigi (Riskesdas, 2007).
      Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu mendapat perhatian khusus sebab pada usia ini anak sedang menjalani proses tumbuh kembang. Keadaan gigi sebelumnya akan berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan gigi pada usia dewasa nanti (Wahyuningrum, 2002).
Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor perilaku dan non perilaku (Notoatmodjo,2005).
Angka kerusakan gigi di Indonesia berdasarkan survei kesehatan yang dilakukan Departemen Kesehatan RI pada 2001 menemukan sekitar 70 persen penduduk Indonesia berusia 10 tahun ke atas pernah mengalami kerusakan gigi. Pada usia 12 tahun, jumlah kerusakan gigi mencapai 43,9 persen, usia 15 tahun mencapai 37,4 persen, usia 18 tahun 51,1 persen, usia 35-44 mencapai 80,1 persen, dan usia 65 tahun ke atas mencapai 96,7 persen (Hamsafir, 2010).
Menurut DinKes Kabupaten Grobogan pada tahun 2011, angka kerusakan gigi berjumlah 6297orang. Angka kejadian karies gigi berjumlah 1.174 orang. Keluhan pulpa dan periapika berjumlah 1.963 orang. Keluhan gusi dan periodental berjumlah 3.160 orang.
Berdasarkan hasil observasi bulan mei 2012 pada siswa kelas IV dan V Sekolah Dasar Negeri  1 Kalongan  didapatkan siswa yang mengalami kerusakan gigi sebanyak 41 siswa, kelas IV sebanyak 23 siswa dan kelsa V sebanyak 18 siswa. hal ini dikarenakan rata – rata diantara mereka banyak yang malas menggosok gigi. Sebagian besar mereka mengatakan bahwa mereka kurang mengerti cara memelihara kesehatan gigi dan mereka tidak pernah diberikan pengetahuan tentang kesehatan gigi. Usaha Kesehatan Sekolah atau UKS hanya difungsikan 3 bulan sekali, yang meliputi penjaringan kesehatan, penyuluhan, dan pemeriksaan fisik gigi. Tapi banyak terdapat pedagang yang berjualan seperti coklat, Es manis dan makanan yang manis-manis di sekitar SD tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ‘’ Hubungan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Gigi dengan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi pada Siswa Kelas IV dan V di SDN 1 Kalongan  ‘’
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat merumusan masalah penelitian sebagai berikut Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan kesehatan gigi dengan perilaku pemeliharaan gigi pada siswa kelas IV dan V di SDN 1 Kalongan ?
C.  TUJUAN
1.    Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi  dengan perilaku pemeliharaan gigi pada siswa kelas IV dan V di SDN 1 Kalongan.
2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi pada siswa kelas IV dan V di SDN 1 Kalongan.
b.     Untuk mengetahui perilaku pemeliharaan gigi pada siswa kelas IV dan V di SDN 1 Kalongan.
c.     Untuk mengetahui sejauhmana hubungan tingat pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi dengan perilaku pemeliharan gigi pada siswa kelas IV dan V di SDN 1 Kalongan.


D.  MANFAAT PENELITIAN
1.    Teoritis
a.    Bagi penelitian
Peneliti dapat memperoleh gambaran dan menambah pengetahuan tentang kesehatan gigi dan perilaku pemeliharan kesehatan gigi.
b.    Bagi peneliti selanjutnya
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan sebagai referensi tentang memelihara kesehatan gigi  yang mempengaruhi tingkat pengetahuan kesehatan gigi dengan perilaku pemeliharan gigi pada siswa kelas IV dan V di SDN 1 Kalongan.
2.    Praktisi
a.    Bagi responden
Supaya siswa tetap menjaga dalam perilaku pemeliharaan kesehatan gigi  yang mempengaruhi tingkat kesehatan gigi.
b.    Bagi instansi kesehatan
Sebagai masukan dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi di SDN 1 Kalongan

Senin, 28 November 2011

askep jiwa dengan terapi lingkungan

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA
DENGAN TERAPI LINGKUNGAN





Di Susun kelompok 10 :
Sumarsih
Sumono
Supriyadi
Suryani
Wisma Rosiana
Wiwin
Yuli Yani
Danang Susilo
Suci Mustika Wulansari


PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN
STIKES AN NUR PURWODADI
2010/2011

KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur selalu senantiasa kami panjatkan Kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat, rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, yang telah di limpahkan kepada kami sehingga kami dapat mengerjakan dan menulis makalah ini dengan tepat waktu. Adapun tugas makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah KEPERAWATAN JIWA YANG BERJUDUL " TERAPI LINGKUNGAN “. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Ibu Suryani, S. Kep., Ns Selaku Koordinator Keperawatan Jiwa
2. Ibu.Sulistyorini, S.Kep. Selaku dosen pengampu
3. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan serta motivasi
4. Teman-teman semua yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, Kami menyadari ada banyak kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, Namun barkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang di berikan kepada kami. Oleh karana itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi lebih Sempurnanya makalah ini.
Akhir kata Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan, baik pembaca maupun penulis khususnya mahasiswa STIKES AN-NUR purwodadi.




Purwodadi, 26 oktober 2011

Penulis






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I LATAR BELAKANG
A. RUMUSAN MASALAH
B. TUJUAN PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
A. KONSEP LINGKUNGAN
B. PENGERTIAN TERAPI LINGKUNGAN.......................
C. TUJUAN TERAPI LINGKUNGAN................................
D. KARAKTERISTIK TERAPI LINGKUNGAN................
E. ASPEK-ASPEK LINGKUNGAN FISIK.........................
F. PERAN PERAWAT DALAM TERAPI LINGKUNGAN...
G. JENIS KEGIATAN TERAPI LINGKUNGAN................
H. MACAM TERAPI LINGKUNGAN
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN..................................................................
B. SARAN..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA














BAB I


A. LATAR BELAKANG
Klien dengan gangguan jiwa psikotik, mengalami penurunan daya
nilai realitas (reality testing ability). Klien tidak lagi mengenali
tempat, waktu, dan orang-orang di sekitarnya. Hal ini dapat
mengakibatkan klien merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya
ansietas pada klien. Untuk menanggulangi kendala ini, maka perlu ada
aktivitaas yang memberi stimulus secara konsisten kepada klien tentang
realitas di sekitarnya. Stimulus tersebut meliputi stimulus tentang
realitas lingkungan, yaitu diri sendiri, orang lain, waktu, dan
tempat.

B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan judul diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah :
1. Apa yang dimaksud terapi lingkungan?
2. Tujuan terapi lingkungan?
3. Karakteristik terapi lingkungan?
4. Aspek-aspek lingkungan fisik?
5. Peran perawat dalam terapi lingkungan?
6. Jenis kegiatan terapi lingkungan?
7. Macam-macam terapi lingkungan?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan terapi lingkungan.
2. Untuk mengetahui bagaimana terapi lingkungan di keperawatan jiwa
3. Bagaimana cara menerapkan terapi lingkungan di keperawatan jiwa






BAB II
PEMBAHASAN


A. Konsep Terapi Lingkungan
Lingkungan telah didefinisikan dengan berbagai pandangan, lingkungan merujuk pada keadaan fisik, psikologis, dan social diluar batas system, atau masyarakat dimana system itu berada (Murray Z., 1985).

B. Pengertian Terapi Lingkungan (Milieu Therapy):
Berasal dari bahasa Perancis, yang berarti perencanaan ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang bersifat terapeutik atau mendukung kesembuhan.
Terap Lingkungan adalah tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada pada lingkungan dan berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta mendukung proses penyembuhan. ( Farida Kusumawati & Yudi Hartono, 2011)

C. Tujuan Terapi Lingkungan:
Menurut Farida Kusumawati & Yudi Hartono
1. Membantu Individu untuk mengembangkan rasa harga diri.
2. Mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain
3. Membantu belajar mempercayai orang lain.
4. Mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat.

Menurut Stuart dan Sundeen:
1. Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, dengan cara membantu individu dalam mengembangkan harga diri
2. Meningkatkan kemampuan untuk berhubungan denagan orang lain
3. Menumbuhkan sikap percaya pada orang lain
4. Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat,
5. Mencapai perubahan yang positif.

D. Karakteristik Terapi Lingkungan:
Lingkungan harus bersifat terapeutik yaitu: mendorong terjadi proses penyembuhan, lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik sbb:
1. Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkannya
2. Pasien merasa senang /nyaman.dan tidak merawsa takut dengan lingkungannya
3. Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah dipenuh
4. Lingkungan rumah sakit/bangsal yang bersih
5. Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat impuls-impuls pasien
6. Personal dari lingkungan rumah sakit/bangsal menghargai pasien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan dan pendapat serta menerima perilaku pasien sebagai respon adanya stress.
7. Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau larangan dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihannya dan membentuk perilaku yang baru.

Menurut Florence Nightingale terapi lingkungan harus memilki karakteristik:
1. Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada individu dan kelompok selama 24 jam.
2. Adanya proses pertukaran informasi.
3. Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan.
4. Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak meraswa takut baik dari ancaman psikologis maupun ancaman fisik.
5. Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan focus komunikasi terapeutik.
6. Staf membagi tanggung jawab bersama pasien.
7. Personal dari lingkungan manghargai klien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan, dan tanggung jawab.
8. Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.

D. Asspek-aspek lingkungan fisik
1. Lingkungan Fisik Tetap
Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal maupun internal. Bagian eksternal meliputi struktur luar rumah sakit, yaitu lokasi dan letak gedung sesuai dengan program pelayanan kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa masyarakat. Berada di tengah-tengah pemukiman penduduk atau masyarakat sekitarnya serta tidak diberi pagar tinggi. Hal ini secara psikologis diharapkan dapat membantu memelihara hubungan terapeutik pasien dengan masyarakat. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk tetap mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan terisolasi.
Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan rumah tinggal yang dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi tertutup, WC, dan ryang makan. Masing-masing ruangan tersebut diberi nama dengan tujuan untuk memberikan stimulasi pada pasien khususnya yang mengalami ganggua
Setiap ruangan harus dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal terapi aktivitas kelompok, jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan khusus misalnya rapat ruangan.
2. Lingkungan Fisik Semi Tetap
Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggaan meliputi lemari, kursi, meja, peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dsb. Semua perlengkapan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien bebas berhubungan satu dengan yang lainnya serta menjaga privasi pasien.
3. Lingkungan Fisik Tidak Tetap
Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal individu serta sangat dipengaruhi oleh social budaya.
Lingkungan Psikososial
Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan pasien berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil keputusan serta toleransi terhadap tekanan eksternal.

Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas kesehatan dalam berinteraksi dengan pasien:
a. Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan, mengubah tingkah laku pasien.
b. Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah laku partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan belajar.
c. Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai anggota kelompok dan pasien dapat mengikuti atau mengisi kegiatan.
d. Kegiatan sehari-hari mendorong interaksi antara pasien.
Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya kalender harian dan adanya papan nama dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan.

F. PERAN PERAWAT DALAM TERAPI LINGKUNGAN
1. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
a. Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana yang akrab, menyenangkan, saling menghargai di antara sesama perawat, petugas kesehatan, dan pasien.
b. Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari benda-benda atau keadaan-keadaan yang menimbulkan terjadinya kecelakaan/luka terhadap pasien atau perawat.
c. Menciptakan suasana yang nyaman.
d. Pasien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya sendiri dan orang lain seperti yang biasa dilakukan di rumahnya. Misalnya membereskan kamar.

2. Penyelenggaraan proses sosialisasi
a. Membantu pasien belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercayai orang lain sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain
b. Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan dan perilakunya secara terbuka sesuai dengan aturan di dalam kegiatan-kegiatan tertentu
c. Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang baru, dan dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya pada waktu yang luang.

3. Sebagai teknis perawatan
Fungsi perawat adalah memberikan/memenuhi kebutuhan dari pasien, memberikan obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat dan perilaku-perilaku yang menonjol/menyimpang serta mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam terapi tersebut.

4. Sebagai leader atau pengelola.
Perawat harus mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan terapeutik yang mendukung penyembuhan dan memberikan dampak baik secara fisik maupun secara psikologis kepada pasien

G. Jenis-jenis Kegiatan Terapi Lingkungan
1. Terapi rekreasi
Yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan tujuan pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial. Contohnya: berenang, main kartu, dan karambol.
2. Terapi kreasi seni
Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama denagn orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus sesuai dengan bakat dan minat, serta memberikan kesempatan pada klien untuk menyalurkan/ mengekspresikan perasaannya. Contohnya: menari dan menyanyi.

3. Terapi dengan menggambar dan melukis
Memberikan kesempatan pasien untuk mengekspresikan tentang apa yang terjadi dengan dirinya. Dengan menggambar akan menurunkan ketegangan dan memusatkan pikiran pada kegiatan

4. literatur atau biblio therapy
Terapi dengan membaca seperti novel, majalah dan buku- buku lain. Dimana pasien diharapkan untuk mendiskusikan pendapatnya setelah membaca.Tujuannya adalah untuk mengembangkan wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan perasaan/pikiran dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang ada.

5.Pet therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa kesepian, menyendiri, dan menggunakan objek binatang untuk bermain.

6. Plant therapy
Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala sesuatu/mahluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara satu pribadi kepada pribadi lainnya dengan memelihara tumbuhan, mulai dari menanam dan memelihara, serta menggunakannya saat tanaman dipetik.


Syarat menciptakan terapi Lingkungan pada Kondisi Khusus adalah sebagai berikut:
1. Pasien harga rendah diri (low self esteem) , depresi (depression) bunuh diri (suicide).
Syarat lingkungan secara psikologis harus memenuhi hal-hal sbb:
a. Ruangan aman dan nyaman
b. Terhindar dari ala-alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri atau orang lain
c. Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam keadaan terkunci.
d. Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keseluruhan ruangan mudah dipantau oleh petugas kesehatan.
e. Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien.
f. Warna dinding cerah.
g. Adanya bacaan ringan, lucu, dan memotivasi hidup
h. Hadirkan musik ceria, tv, dan film komedi

Lingkungan sosial:
a. Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa pasien sesering mungkin.
b. Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan atau kegiatan medis lainnya.
c. Menerima pasien apa adanya jangan mengejek serta merendahkan.
d. Meningkatkan harga diri pasien.
e. Membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara bertahap.
f. Membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya.
g. Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangannya.

2. Pasien dengan amuk.
Lingkungan fisik:
a. Ruangan aman, nyaman, dan mendapat pencahayaan yang cukup.
b. Pasien satu kamar, satu orang, bila sekamar lebih dari satu jangan dicampur antara yang kuat dengan yang lemah
c. Ada jendela berjeruji dengan pintu dari besi terkunci.
d. Tersedia kebijakan dan prosedur tertulis tentang protocol pengikatan dan pengasingan secara aman, serta protocol pelepasan pengikatan.

Lingkungan Psikososial:
a. Komunikasi terapeutik, sikap bersahabat dan perasaan empati.
b. Observasi pasien tiap 15 menit.
c. Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara berulang-ulang.
d. Penuhi kebutuhan fisik pasien.
e. Libatkan keluarga.

H. Macam-Macam Terapi Lingkungan
1) Model Terapi Moral
Model ini sangat umum dikenal oleh masyarakat serta biasanya dilakukan dengan pendekatan agama/moral yang menekankan tentang dosa dan kelemahan individu. Model terapi seperti ini sangat tepat diterapkan pada lingkungan masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan dan moralitas di tempat asalnya, karena model ini berjalan bersamaan dengan konsep baik dan buruk yang diajarkan oleh agama. Maka tidak mengherankan apabila model terapi moral inilah yang menjadi landasan utama pembenaran kekuatan hukum untuk berperang melawan penyalahgunaan narkoba.

2) Model Terapi Sosial
Model ini memakai konsep dari program terapi komunitas, dimana adiksi terhadap obat-obatan dipandang sebagai fenomena penyimpangan sosial (social disorder). Tujuan dari model terapi ini adalah mengarahkan perilaku yang menyimpang tersebut ke arah perilaku sosial yang lebih layak. Hal ini didasarkan atas kesadaran bahwa kebanyakan pecandu narkoba hampir selalu terlibat dalam tindakan a-sosial termasuk tindakan kriminal. Kelebihan dari model ini adalah perhatiannya kepada perilaku adiksi pecandu narkoba yang bersangkutan, bukan pada obat-obatan yang disalahgunakan. Prakreknya dapat dilakukan melalui ceramah, seminar, dan terutama terapi berkelompok (encounter group). Tujuannya tidak lain adalah melatih pertanggung-jawaban sosial setiap individu, sehingga kesalahan yang diperbuat satu orang menjadi tanggung-jawab bersama-sama. Inilah yang menjadi keunikan dari model terapi sosial, yaitu memfungsikan komunitas sedemikian rupa sebagai agen perubahan (agent of change).

3) Model Terapi Psikologis
Model ini diadaptasi dari teori psikologis Mc Lellin, dkk yang menyebutkan bahwa perilaku adiksi obat adalah buah dari emosi yang tidak berfungsi selayaknya karena terjadi konflik, sehingga pecandu memakai obat pilihannya untuk meringankan atau melepaskan beban psikologis itu. Model terapi ini mementingkan penyembuhan emosional dari pecandu narkoba yang bersangkutan, dimana jika emosinya dapat dikendalikan maka mereka tidak akan mempunyai masalah lagi dengan obat-obatan. Jenis dari terapi model psikologis ini biasanya banyak dilakukan pada konseling pribadi, baik dalam pusat rehabilitasi maupun dalam terapi pribadi.

4) Model Terapi Budaya
Model ini menyatakan bahwa perilaku adiksi obat adalah hasil sosialiasi seumur hidup dalam lingkungan sosial atau kebudayaan tertentu. Dalam hal ini, keluarga seperti juga lingkungan dapat dikategorikan sebagai “lingkungan sosial dan kebudayaan tertentu”.
Dasar pemikirannya adalah, bahwa praktek penyalahgunaan narkoba oleh anggota keluarga tertentu adalah hasil akumulasi dari semua permasalahan yang terjadi dalam keluarga yang bersangkutan. Sehingga model ini banyak menekankan pada proses terapi untuk kalangan anggota keluarga dari para pecandu narkoba tersebut.













BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Lingkungan telah didefinisikan dengan berbagai pandangan, lingkungan merujuk pada keadaan fisik, psikologis, dan social diluar batas system, atau masyarakat dimana system itu berada.
Terap Lingkungan adalah tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada pada lingkungan dan berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta mendukung proses penyembuhan.

B. SARAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena tidak ada daya dan upaya serta kemampuan kecuali atas petunjuk dan pertolongannya. Makalah ini bisa penulis selesaikan meskipun penulis yakin masih banyak kekurangannya.
Penulis menyadari akan segala kekurangan dan kelemahan yang ada dalam makalah ini, hal ini semata-mata karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Berangkat dari segala kekurangan dan keterbatasan kemampuan itulah maka segala kritik, koreksi dan saran dari pembaca.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah yang sangat sederhana ini dapat memberi manfaat dan berkenan di hati pembaca. Amin.












DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati Farida, Yudi Hatono, 2011. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
http: // terapi-lingkungan.com./